Hal utama yang kita perlukan adalah kebenaran (truth). Kebenaran - pemahaman yang jernih dan memadai atas kenyataan - merupakan kunci keberhasilan organisasi, team, hubungan, dan karier. Dalam kenyataannya, titik pangkal dari semua pencapaian adalah komitmen tanpa "reserve" pada kebenaran - kebenaran mengenai siapakah iri kita, dimanakah kita sedang berada, kemanakah pasar sedang menuju, apa yang diinginkan oleh konsumen kita, apakah kompentensi dasar kita, apakah keterbatasan kompetensi kita (dan apakah orang lain bersedia membantu kita), dan apa yang sedang dipikirkan oleh karyawan kita.
Musuh dari kebenaran adalah ilusi. Ilusi muncul saat anda menganggap sesuatu itu benar; padahal tidak benar sama sekali atau hanya sebagian benar. Seringkali - bahkan selalu - berhubungan dengan harapan kita yang keliru. Hanya dengan melihat secara jernih dan menyingkirkan ilusi-ilusi, khususnya ilusi yang fatal, akan memungkinkan anda meraih tujuan-tujuan organisasi, karier dan hidup anda. Namun, celakanya, adalah gampang berpegang pada ilusi. Sedangkan berusaha memecahkan ilusi dan memiliki keberanian untuk melakukannya sangat sulit.
Beberapa ilusi tidaklah berbahaya. Ia hanya mengganggu anda di area yang kecil dalam hidup dan organisasi anda. Seperti misal: "Saya akan bahagia bila saya mendapatkan posisi itu", atau "dengan pakaian ini, orang-orang di kantor akan menghormati saya." Beberapa iSedangkan di bidang organisasi, contoh ilusi yang tidak berbahaya adalah, "membatalkan perayaan perusahaan tidaklah menurunkan moral karyawan", atau "jam karet adalah kebiasaan." Beberapa ilusi lain cukup berbahaya. Ia akan mengganggu efektifitas usaha anda dalam mencapai goal, meski anda masih tetap dapat meraih beberapa keberhasilan. Ilusi semacam ini mengaburkan karier dan hidup anda. Misal, "belajar tidaklah terlalu penting", atau "jangan khawatir, kita masih bisa melakukan sesuatu atas konsekuensi dari keputusan ini." Pada organisasi, anda masih bisa menjalankan organisasi dengan ilusi semacam ini, seperti isal, "bila saya bisa mengukur kemungkinan itu, saya bisa memanaje-nya", atau "Manajemen itu logis, kita masih tetap bisa mencapai tujuan kita dengan kelemahan-kelemahan ini." Tipe yang paling buruk dari ilusi adalah ilusi yang fatal, yang cepat atau lambat akan mengakibatkan kehancuran anda. Seperti misal, kehilangan pasar dan pelanggan, penurunan penjualan dan laba dan persolan-persoalan pribadi yang serius. Berikut adalah delapan jenis ilusi yang bila anda memiliki satu saja akan berakibat fatal pada usaha anda. Sedangkan bila anda memiliki dua atau lebih akan menyebabkan kematian usaha.
1--Ilusi Visi
Pendapat "pernyataan misi berarti kita tahu siapakah diri kita" adalah ilusi visi. Padahal, pada kenyataannya, sebagian besar dari pernyataan visi dan misi tidak dipakai sama sekali. Kita jangan mengacaukan visi dengan pernyataan visi. Visi adalah mimpi atau gambaran tentang masa depan yang menuntun kita ke masa depan, bukannya merenggut kita dari masa depan. Pernyataan visi adalah usaha untuk menangkap visi tersebut dalam bentuk kata-kata. Dengan demikian pernyataan visi dapat memunculkan sebuah ilusi. Pernyataan dalam bentuk kata-kata dapat mengaburkan harapan. Bila anda ingin visi anda mempunyai arti penting, daripada mengeluarkan pernyataan visi, mintalah masukan dan keterlibatan karyawan anda dalam organisasi lalu bekerja keras bersama untuk meraihnya. Visi anda harus berkaitan dengan hati dan mimpi dari karyawan anda. Bila ini terjadi, anda memajukan organisasi anda 80% atau lebih.
2--Ilusi Prioritas
Ilusi ini sering dimulai dengan pemikiran bahwa orang lain akan menyusunkan prioritas untuk anda. Pada tingkat organisasi, anda mungkin berilusi bahwa pasar akan membuatkan prioritas-prioritas anda. Padahal, pasar mungkin tidak tahu sama sekali prioritas apa yang inign anda raih, khususnya saat anda sedang berusaha menggali penemuan-penemuan baru di bidang produk dan jasa. Pada tingkat individu, anda mungkin berilusi bahwa anda menunggu manajemen menyiapkan jalan bagi anda. Padahal organisasi seringkali tdak tahu apa yang menjadi keinginan anda, lalu bagaimana mereka bisa menunjukkannya untuk anda. Salah satu prioritas terpenting organisasi adalah memantabkan secara jelas siapakah diri anda dan apakah yang tidak ingin anda lakukan. Sungguh keliru bila anda percaya bahwa hanya karena anda dapat melakukan sesuatu hal dengan baik, maka anda dapat sama baiknya melakukan hal lain yang sebenarnya tidak berhubungan langsung dengan hal tersebut. Efektifitas menuntut anda untuk memusatkan perhatian pada hasil.
3--Ilusi Kualitas
Salah satu ilusi terbesar dalam konsep mengenai kualitas adalah bahwa kualitas diukur dari perspektif negatif, misal, jumlah cacat produk, jumlah kesalahan, jumlah keluhan konsumen. Padahal, esensi kualitas adalah hasil positif apakah yang bisa diraih. Kita menipu diri sendiri bila membuat sebuah keputusan hanya dengan berdasarkan data atau contoh kecil atau kesan yang keliru. Barangkali itu disebabkan karena kita percaya bahwa orang lebih suka menghindari penderitaan ketimbang meraih keberhasilan. Sehingga kita lebih shuka memusatkan perhatian pada sisi negatif daripada sisi positif. Ingatlah, kualitas adalah atribut positif, maka bicaralah, ukurlah dan sampaikanlah dengan istilah-istilah positif. Ukurlah keberhasilan daripada kegagalan, apa yang tercapai bukan apa yang terlewati, kemenangan bukan kekalahan.
4--Ilusi Perubahan
Satu aspek ilusi atas perubahan adalah bahwa perubahan itu buruk. Sebenarnya, perubahan itu tidak baik dan tidak buruk. Semua perubahan adalah buruk jika kita mengabaikannya dan terlindas olehnya. Dan, semua perubahan dapat menjadi baik jika kita siap menghadapinya dan mengeksploitasinya. Ilusi lain adalah pendapat bahwa anda dapat memanajen perubahan. Dapatkah anda mengusahakan sebuah perubahan dan memperhitungkan apa yang akan anda lakukan padanya? Ya! Dapatkah anda mengambil inisiatif saat anda melihat sebuah kesempatan? Tentu saja.Tetapi, untuk memanajenya? Tak mungkin. Langkah paling kritis untuk mengikis ilusi tersebut adalah dengan mengembangkan orientasi positif pada organisasi anda terhadap perubahan. Semua perubahan eksternal, tak peduli betapa pun buruknya, memberikan kesempatan. Sedangkan perubahan internal, bagaimana pun beratnya, merupakan kesempatan untuk bertahan hidup dan tumbuh. Kita biasanya tidak menyukai perubahan, tetapi pada umumnya menyukai mimpi.
5--Ilusi Perbandingan
Perbandingan merupakan sumber ilusi yang tak pernah habis. Sepanjang anda tampak bisa melakukan sesuatunya lebih baik dari orang lain, anda merasa pasti telah melakukannya dengan baik, karenanya anda tak perlu berubah. Bahkan metode benchmarking dapat menyuburkan ilusi ini, meskipun target perusahaan mungkin ternyata lebih rendah daripada yang diinginkan pasar, atau mereka melakukannya dengan keliru. Mengapa muncul ide bahwa membandingkan kita dengan orang lain merupakan langkah sukses dalam menjalankan usaha? Ada satu jawaban yang mungkin, yaitu: rasa takut tertinggal di belakang sehingga banyak orang merasa perlu secara terus-menerus membandingkan dirinya dengan orang lain. Daripada membandingkan diri kita dengan standar praktis industri (atau bahkan dengan mereka yang terbaik), semestinya kita senantiasa bertanya pada diri sendiri, "apa yang bisa kita lakukan lebih baik dari siapa pun?" Para pemimpin perlu menyebarluaskan ide bahwa agar dapat melakukan terobosan dan memiliki keuntungan kompetitif, kita harus melakukan sesuatu dengan dramatis, bukan dengan membandingkan. Pompalah keberanian karyawan anda untuk menjadi berbeda.
6--Ilusi Manusia
Bila anda percaya bahwa semua orang pada dasarnya baik dan memiliki potensi, anda dapat terjerumus pada jurang organisasi. Anda berilusi bahwa dengan memberikan lingkungan yang lebih baik, lebih memberdayakan orang, dapat memuaskan karyawan. Tapi, bila tidak ada kesesuaian antara orang dengan tugas maka anda akan mengalami kekecewaan. Pada jangka panjang, tidak seorang pun dapat sukses bila pekerjaannya tidak sesuai dengan harapannya. Mengapa terjadi ilusi yang demikian? Dalam budaya yang menekankan pada kemampuan intelektual, kita melakukan kekeliruan bila hanya bertanya apa yang diketahui oleh karyawan, karena pertanyaan yang lebih penting adalah bagaimana mereka berpikir.
7--Ilusi Keterbukaan
Karena informasi adalah kekuatan, orang dapat menggunakannya untuk mengendalikan jalannya organisasi. Mengapa anda ingin menumpuk sekian banyak informasi? Apakah dengan demikian anda menggenggam kekuatan? Padahal sesungguhnya sangat sulit bagi anda untuk mengendalikan adaan dunia yang cepat berubah ini. Persoalan bukanlah bagaimana anda mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya namun bagaimana anda membaginya, dan memilah-milah informasi mana yang patut dibagi di saat yang tepat dan pada orang yang tepat pula. Keterbukaan dengan karyawan akan menumbuhkan kepercayaan, inspirasi, mengembangkan kemampuan mereka untuk tumbuh dan memompa keberanian karyawan untuk mendukung orang lain pula.
8--Ilusi Insentif
Ilusi ini dimulai dari sebuah mitos terbesar manajemen, yaitu "manajer dapat memotivasi karyawan". Kenyataannya, manajer tidak dapat memotuvasi karyawan. Penulis buku "Super Motivation", Dean R. Spitzer menulis bahwa "saat kinerja tinggi tercapai, motivasi harus datang dari dalam diri; bukan dari luar." Bila anda mengkhayal bahwa anda dapat memotivasi orang, anda akan terperangkap pada hambatan yang tidak perlu: yaitu bahwa anda, bukan karyawan anda, bertanggung jawab atas motivasi dan moral karyawan. Ini tidak benar. Cara untuk mengikis ilusi ini adalah dengan menanyakan pada karyawan anda apa yang dapat dilakukan untuk membuka pintu motivasi dirinya sendiri. Pahami apa yang dicari oleh karyawan anda dan bagaimana anda dapat menanggapinya dengan baik.
Kenyataan tidak hadir dengan siap pakai atau tidak dapat diubah sama sekali. Anda menciptakan kenyataan masa depan lewat keputusan anda sekarang. Kalau keputusan anda didasari pada ilusi, anda membangun rumah kertas yang hancur hanya dengan sekali sentuh. Semakin besar ilusi, semakin besar kehancuran. Jadi, obat mujarabnya adalah kebenaran.
(diadaptasi dari "Vision, not Illusion", World Executive's Digest. Ringkasan dari buku "Fatal Illusions", James R., Lucas)
No comments:
Post a Comment